Setelah membaca beberapa artikel dari web Penerbit Mizan. Saya menemukan satu artikel yang menarik perhatian saya (yang saya yakin juga dapat membantu para penulis diluar sana). Saya akan copas artikelnya di blog saya -namun tetap mencantumkan source asli ke web mizan yang adalah asal sumber artikel ini- tapi, bedanya saya ingin membuat catatan-catatan kecil sesuai dengan pengalaman saya menulis. Mungkin juga beberapa dari anda akan berpikiran sama. Note yang saya beri warna merah adalah komentar saya, bukan dari sumber artikel. Okay, here we go~.
Ingin menjadi penulis hebat, tetapi tidak pernah bisa
menuliskan cerita Anda dengan baik? Punya banyak ide menakjubkan, tapi
selalu berhenti di tengah-tengah? Banyak sekali alasan-alasan yang
membuat seseorang berhenti menulis. Padalah semuanya hanyalah alasan
klise, dan bisa ditangani dengan niat yang kokoh dan juga komitmen.
Berikut tujuh hal yang sering dijadikan alasan bagi
orang-orang untuk tidak melanjutkan tulisannya. Apakah tujuh hal ini
juga terjadi pada Anda?
Tak ada perlengkapan hebat
Penulis-penulis hebat menuliskan kisah-kisah mereka dalam pena
bulu yang terbuat dari angsa emas. Atau dengan pena mahal, di bawah
sebuah pohon rindang yang dikelilingi oleh rerumputan dan padang bunga
yang harum. Banyak orang yang terlalu penasaran mengenai alat-alat yang
digunakan para penulis hebat untuk menuliskan cerita mereka.
Kenyataannya, semua hal itu bukanlah masalah. Jika Anda tidak
mendapatkan inspirasi ketika menulis dalam selembar kertas putih, maka
cobalah menggantinya dengan kertas lain. Yang membuat seseorang menjadi
penulis hebat bukanlah peralatannya, tetapi kemampuan mereka untuk terus
menulis. Kapanpun, dimanapun, dengan alat apapun.
Nb : Yang ini saya setuju, setiap penulis yang ingin menorehkan isi pikirannya ke sebuah tulisan hanya memerlukan media bolpoint dan kertas saja. Tidak perlu sampai membeli sebuah kanvas besar atau cat air untuk menulis, karena media itu hanya untuk pelukis. :))
Kalimat pembuka yang sangat buruk
Percaya
atau tidak, kalimat pembuka yang buruk justru merupakan anugerah yang
harus Anda syukuri. Kenapa? Karena Anda akan menulis kalimat-kalimat
berikutnya dengan lebih baik lagi.
Nb : Ini saya banget! Saya akan menceritakan pengalaman saya sedikit panjang disini. Saat pertama membuka halaman MS. Word, kepala saya sudah dipenuhi oleh adegan-adegan seru yang sepertinya hanya bisa saya bayangkan dan susah untuk dituliskan. Itulah yang membuat saya awalnya minder saat membuat novel. Bahkan semangat saya sudah runtuh dengan kalimat pembuka yang menurut saya kurang 'menjual' untuk pembaca penasaran hingga ke akhir. Dan inilah yang kadang membuat saya selalu berkutat di halaman awal tulisan saya saja, dengan tujuan untuk mempercantik kalimat pembuka. Dan kadang dengan keadaan seperti itu, malah membuat saya down dan malas untuk melanjutkan ke cerita berikutnya. Saya juga tidak bisa merealisasikan adegan dalam pikiran saya ke sebuah tulisan dan itu adalah penyesalan saya. :(
Takut diprotes
Mungkin
Anda merasa takut jika karakter dalam cerita Anda terlalu mirip dengan
orang dekat yang Anda kenal—mungkin keluarga atau rekan, dan Anda merasa
takut jika mereka tersadar dan melancarkan serangan pada Anda. Ketika
pikiran Anda mulai mengkhawatirkan hal-hal semacam itu, fokuslah pada
tulisan Anda sendiri. Rangkai kata demi kata sebaik mungkin sesuai
dengan yang ingin Anda tuliskan, karena hanya itulah tugas Anda sebagai
seorang penulis.
Nb : Ini masih sangat menaungi pikiran saya. Bayangkan, sampai sekarang saya tidak berani menunjukkan hasil karya saya bahkan ke anggota keluarga. Seluruh naskah masih saya simpan di file komputer atau di laci terkunci. Tau kenapa? hanya karena saya MALU jika karya saja jelek dan jauh dari ekspektasi. Saya baru tersadar sekarang, betapa pentingnya menanyakan pendapat ke beberapa orang terdekat hanya untuk sekedar memberi penilaian.
Merasa terlalu tua
Tidak
ada kata terlalu tua untuk menuliskan kisah Anda sendiri. Buktinya,
penulis pemenang penghargaan Pulitzer dan Nobel, Toni Morrison, baru
mempublikasikan buku pertamanya di usia 39 tahun. Anggap saja Anda harus
merasakan dan hidup di dalam cerita Anda itu, sebelum benar-benar bisa
menuliskannya.
Nb : Yang ini mungkin masih jauh dari alasan saya. Karena saya masih berumur 21 tahun (walau kadang diri sendiri sudah merasa tua), mungkin saya masih bisa merealisasikan mimpi saya menjadi penulis 'sesungguhnya' -dalam hal ini menerbitkan buku-. Namun, ketakutan terbesar saya, jika saja saya tidak bisa konsisten menyelesaikan sebuah naskah, sampai kapan saya bisa menerbitkan buku? Sedangkan penerbit saja membutuhkan waktu maksimal 3-4 bulan untuk mengevaluasi naskah. Belum lagi ada proses editing, masuk proses percetakan dll. Bisa bayangkan jika anda tidak mulai menulis dari sekarang?
Takut tak akan selesai
Salah
satu ketakutan para penulis, khususnya pemula, adalah bahwa mereka
tidak akan sanggup menyelesaikan buku yang sedang ditulis. Setelah
menulis beberapa bab yang seru dan menakjubkan, tiba-tiba saja inspirasi
itu hilang dan tulisan pun berhenti begitu saja. Ada seorang penulis
yang telah menuliskan bab pertama dari bukunya selama 40 tahun, lalu ia
merasa bahwa ia tidak akan bisa menuliskan bab-bab selanjutnya. Untuk
mengatasinya, Anda bisa berkomitmen pada diri Anda, misalnya untuk
menulis 100, 200, atau 500 kata per hari. Novelis sekaligus jurnalis
terkemuka dari Inggris, Graham Greene misalnya, hanya menulis 500 kata
dalam sehari. Ia akan berhenti menuliskannya, meskipun ketika itu sedang
berada di tengah-tengah kalimat.
Nb : Saya sudah mulai menerapkan sistem ini. Maksimal menulis 1 lembar MS. Word A4 per hari. Namun, saya masih tidak konsisten dengan sistem saya sendiri. Tapi, setelah membaca artikel ini, saya akan kembali memulai sistem saya ini. Dan saya harap begitupun dengan anda
Takut ditolak
Anda
memiliki sebuah kisah petualangan hebat, yang akan memukau semua orang.
Anda juga telah menceritakan sebuah kisah romantis yang akan membuat
orang terharu sekaligus berdecak kagum. Namun, Anda merasa takut jika
tak ada penerbit yang berniat untuk menerbitkan buku Anda. Atau telah
mencoba untuk mengirimkan naskah-naskah Anda tapi tidak ada yang
berhasil. Jangan berhenti menulis hanya karena hal itu, karena kini
sudah banyak fitur penerbitan buku secara mandiri atau yang biasa
disebut dengan self publishing.
Jangan lupa juga, bahwa internet telah memberikan banyak kemudahan bagi
diri manusia. Anda bisa memasukkan tulisan Anda ke dalam blog dan
biarkan jutaan orang di luar sana membaca tulisan Anda.
Nb : Saya yakin perasaan takut ini ada di benak semua penulis. Begitupun dengan saya. Tapi, secara pribadi, saya kurang suka dengan fitur penerbitan self publishing (ini hanya pendapat saya pribadi, untuk yang mau mencoba saya tidak melarang koq) karena (lagi-lagi pendapat saya sendiri) rasanya kurang gimana gitu kalau buku kita tidak keluar dan terpajang di toko buku.
Merasa bahwa orang lain mampu menulis dengan lebih baik
Ketika
sedang menulis suatu cerita, mungkin saja Anda berpikir bahwa banyak
orang di luar sana yang telah menuliskan kisah yang sama, bahkan dengan
jauh lebih baik. Namun, camkan satu hal dalam diri Anda, bahwa tidak ada
seorang pun yang memiliki cara menilai sesuatu sama seperti Anda atau
mendeskripsikan suatu kejadian sama dengan Anda. Tulislah cerita yang
benar-benar ingin Anda tulis. Pikirkan tentang suatu cerita yang ingin
sekali Anda baca, tapi tak pernah ada. Dengan demikian, Anda akan bisa
menuliskan sebuah cerita yang hanya Anda yang mampu menuliskannya.
Nb : Ini so pasti. Banyak penulis senior lainnya yang mampu menulis lebih baik dari saya (kalau enggak, gak mungkin mereka bisa menerbitkan buku beberapa kali). Kadang saya ngiri sama banyak penulis, kenapa mereka bisa dengan mudah 'menumpahkan' apa yang ada di pikiran mereka ke sebuah tulisan. Tapi, ini bukan akhir dari segalanya bagi penulis pemula. Justru dengan begini, seharusnya menjadi motivasi untuk yang lainnya untuk bisa menghasilkan karya yang baik juga. :)
Kesimpulan : Dari artikel ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis itu hanya memerlukan hal-hal sederhana berupa : Kepercayaan diri, konsisten, disiplin, menghilangkan rasa takut, dan banyak membaca serta latihan menulis. Jangan takut untuk memulai sebuah naskah dengan bahasa yang berantakan, kan nanti ada waktu kita mengedit sendiri tulisan kita sebelum dikirimkan. Disitulah, kita bisa kembali melihat apa kesalahan dan tata bahasa yang tidak sesuai dengan EYD. Yang terpenting juga adalah semangat untuk melihat buku kita terpajang di rak toko buku 'Best Seller'. Gimana tuh? Asik kan! Keren? so pasti! Terakhir, sempurnakan semua itu dengan tetap berdoa kepada Tuhan. Minta bimbinganNya untuk melancarkan seluruh kegiatan kita ke depan. Dijamin, hasil kamu akan lebih baik lagi jika berserah dan berpasrah kepada Tuhan. Akhir kata, ayo kita sama-sama menulis dan menghasilkan karya. Jangan Plagiat yaa. Karena itu sama saja dengan Nol Besar! Gak ada yang patut di banggain dari hasil plagiasi. Oke.. Sampai berjumpa di rak buku.. :)
Source : [Tika/Mizan.com, Diolah dari: Oprah.com]
Pic Source : Google
Nb : Tulisan dengan warna merah pada artikel diatas adalah komentar saya sendiri, bukan dari sumber Artikel !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar