Aku
akan menceritakan kisahnya. Kisah tentang seorang wanita yang bangkit dari bullying. Kisah tentang perjuangan
panjang, berat dan berliku. Dengan kemampuan terbatas, ia mencoba bebas dari
belenggu kejam bernama bullying.
Kisah yang patut di contoh dari perjuangan
seorang anak manusia dalam menghadapi arus masalah dan berusaha untuk
bermuara di sungai kebahagiaan.
Kisahnya
Kegiatan
rutin yang setiap pagi ia lakukan, hanya membersihkan sisa-sisa lem yang
menepel di roknya sebelum bel pelajaran dimulai. Belum lagi menghadapi tatapan
tidak suka dari seluruh penjuru ruang kelas. Kejadian paling ekstreme yang
pernah diterimanya adalah sesuatu yang bahkan hampir menyebabkannya kehilangan
nyawanya. Tidak lain dan tidak bukan, ia sedang dibully. Ia hanya bisa diam dan menerima perlakuan aneh para murid
yang lain. Dia tidak berkuasa, dia tidak kaya, dia tidak pintar, dia tidak
cantik. Dia hanya seorang wanita yang mengenakan kacamata tebal dengan rambut
bob punggung dan poni seperti dora. Dia hanya seseorang dengan ranking ke dua
puluh sekian dari empat puluh siswa. Dia hanya seorang wanita yang bertubuh
pendek dan sedikit gempal. Intinya, ia hanya salah satu dari sekian milyar
manusia yang memiliki nasib kurang beruntung.
Ia
tidak marah, saat ada yang tiba-tiba memukul kepalanya. Ia tidak marah, saat
ada yang menyiramnya dengan seember air. Ia tidak marah, saat ada yang
melemparnya dengan telur mentah. Ia tidak kesal, ketika ada yang menamparnya
dan menyuruhnya berlutut mencium kaki salah seorang yang mencelanya. Ia tidak
membalas, ketika ada seseorang yang mendorongnya ke lumpur saat musim hujan. Ia
menerima itu mentah-mentah, menelannya bulat-bulat.
Sesekali,
ia tertawa, saat sedang sibuk dengan buku tulisnya. Entah apa yang dipikirkannya.
Mungkin dia membalas mereka melalui pikiran atau tulisannya. Tidak ada yang
tahu. O iya. Ia tidak pernah menangis. Ia tidak pernah memasang wajah seperti seseorang
yang dibully. Ia tidak pernah sekalipun menunjukkan wajah marah, biarpun ia
sedang diolok mereka. Itu yang ia lakukan, sampai ia lulus dari SMA. Dan, aku
pun tidak pernah tau, apa yang dia lakukan setelah itu.
Hingga…
Aku
bertemu kembali dengannya. Di tempat yang sederhana. Sebuah kafe kecil di
pinggiran kota Jakarta. Ia sedang duduk termenung memandang jendela. Sesaat,
aku sempat mengerjapkan mata berkali-kali. Tidak salahkah pemandangan di
depanku ini? Ia kini sudah berubah. Menjadi sosok yang jauh berbeda. Ia mengenaliku
dan menyapaku dengan senyum khasnya. Kini dia bukan lagi wanita culun berkaca
mata tebal. Ia bukan wanita yang mirip dengan dora. Dan sekarang, bentuk
tubuhnya bisa dibandingkan dengan model atau para artis.
Ia
tahu aku bingung. Ia tahu aku kaget. Ia lihat perubahan wajahku. Oleh karena
itu, ia bercerita. Seluruh kisahnya. Dari seseorang yang aku kenal saat SMA,
perubahannya dari kuliah, hingga perjuangannya menjadi seorang Direktur Pemasaran
saat ini. Bahkan, ia juga menjadi seorang penulis sebagai pekerjaan sampingan.
Dia berkata padaku, kalau hal yang ia alami sewaktu SMA adalah hal yang
menginspirasinya. Dia bilang, mentalnya justru diasah saat seseorang memandang
rendah terhadapnya. Melakukan perbuatan terkeji semampu mereka. Bohong katanya,
kalau berkata ia tidak marah. Ia marah! Ia kesal! Ia benci! Tapi, ia tidak
menyimpan semua itu sebagai dendam. Rugi katanya. Aku bertanya, apakah tidak
ada pikiran untuk membalas mereka semua? Ia menjawab lantang. Tentu saja ada!
Tapi, jawabannya membuatku terkejut. Ia akan membalas mereka, bukan dengan
perbuatan kotor yang sama. Ia akan membalas mereka, dengan kesuksesan dirinya
yang sekarang. Karena, ia percaya. Seseorang yang menabur kejahatan, akan menuai
kejahatan pula. Dan orang yang seperti itu tidak akan pernah sukses. Jadi, ia
membalas mereka dengan menulis setiap impiannya. Ia mengeluarkan buku yang
sudah lusuh dari tasnya. Aku ingat buku itu, buku yang sama, yang selalu
membawa tawa dan senyum saat ia membuka dan menorehkan tinta di kertas
putihnya. Buku Impian katanya. Ia menulis setiap kesuksesan yang ingin ia raih,
setiap impian yang ingin ia capai. Itu yang menyemangatinya. Bukan berarti, ia
lantas mendapatkan kemulusan untuk langsung meraih mimpinya. Ia juga terjatuh
beberapa kali, tapi, ia tidak sampai tergeletak. Ia bangkit. Tujuh kali ia
jatuh, tujuh kali pula ia bangkit.
Ah!
Aku tertohok. Betapa malu diriku. Sekarang, jabatannya jauh melebihiku. Bahkan,
beberapa teman yang aku kenal pernah membully
dia, tidak ada apa-apanya bilang dibandingkan dengannya. Lucu. Aku ingin
tertawa, tapi mungkin akan terasa hambar. Air mata haru justru yang keluar. Kafe
yang awalnya menjadi lokasi meetingku, malah berubah menjadi tempat titik balik
dalam hidupku. Aku banyak belajar darinya, perjuangan hidupnya, kegigihan
mentalnya, dan tentu saja kebaikan hatinya. Terima kasih, engkau telah
memberikan sedikit pengertian, bahwa tidak semua orang lemah akan berakhir
lemah, dan tidak semua orang yang kuat, tidak akan tersandung lalu jatuh.
Jadi..
Aku
ingin menceritakan kepadamu. Ya, kepadamu! Yang membaca tulisanku saat ini. Siapapun
itu. Baik engkau seseorang yang sedang di bully, maupun yang sedang membully. Tidak
selamanya roda kehidupan manusia selalu berada diatas. Kadang kala, mereka ingin
bermain-main denganmu dan memutarnya sampai ke titik yang paling rendah. Apakah
engkau sanggup memutarnya kembali ke atas, atau kau ingin terus tertindih
dibawah? Itulah titik balikmu. Dan, engkau yang suka membully. Ingatlah, yang namanya tabur tuai atau
yang biasa kita dengar dengan sebutan karma itu selalu ada. Mereka akan
mengejarmu dan meminta pertanggungan jawab darimu. Jangan mengejek, melakukan
perbuatan kotor, mengolok, bahkan menghina orang lain, karena engkau tidak
pernah tahu apa yang akan terjadi padanya atau pada dirimu sendiri.
Spread
the love and stop bullying!
Tulisan ini diikut sertakan untuk kampanye anti bullying dan juga lomba #UnfriendYou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar